Urgency Branding pada Perpustakaan


What is brand? Menurut Kotler (2007) brand image ialah persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh konsumen, seperti tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam memori konsumen. Terkenal atau tidaknya lembaga atau organisasi akan berpengaruh pada brand yang dibentuk. Brand yang diciptakan oleh pembuat secara tidak langsung bertujuan untuk menciptakan stimulus ingatan mengenai produk maupun jasa yang ditawarkan. Sebagai tujuan brand yang diciptakan pada akhirnya sebagai sarana melihat jati diri produk ataupun layanan jasa untuk selanjutnya memikat konsumen/pengguna untuk tertarik dan memakai secara terus-menerus.
Ketika kita mendengar instansi terkenal maka akan ada suatu brand yang mengikuti. Branding dianggap hal yang sangat penting karena untuk mengingatkan instansi maupun lembaga yang ada didalamnya. Bahkan hanya dengan brand dari perusahaan itu kita sangat mudah mempromosikan layanan jasa maupun produk yang mereka miliki. Oleh karena itu brand selalu melekat dan menjadi satu kesatuan nilainya dari suatu instansi, lembaga maupun organisasi. Keberadaan tentunya akan menjadi sangat penting untuk dijadikan prioritas. Branding yang menggena, memiliki nilai filosofis yang tinggi serta  mudah diterima masyarakat akan memberikan dampak bagi keseluruhan orang. Dan sebaik-baik dampak dari branding yaitu brand mampu merubah pola pikir hingga pola perilaku sehingga seseorang terdorong untuk melakukan dan memanfaatkan jasa maupun produk yang ditawarkan. (Ahmad, Hashim, & Harun, 2016) menekankan bahwa perpustakaan dan jajaran manajer tidak seharusnya berhenti pada standard, buhkan mereka diminta untuk membuat dan mempromosikan transformasi sejalan dengan media baru. Begitu juga untuk branding didalam perpustakaan dinilai penting.
Permasalahan branding muncul dibeberapa perpustakaan saat ini. Dimana belum semua perpustakaan melakukan baranding diri dengan baik. Sehingga perpustakaan dianggap hanya sekedarnya dan itu-itu saja. Dalam informasi yang serba tanpa batas dan fasilitas yang tak terbatas maka perpustakaan pu perlu menciptakan brand baru. Sebagai contoh ketika dulu perpustakaan dianggap sebagai tempat yang sakral dan indentik dengan buku teks. Saat ini perpustakaan perlu merubah dan membangun mindset berupa branding perpustakaan yang lebih luas. Branding yang ditawarkan misalnya perpustakaan saat ini bisa untuk melakukan apa saja bahkan branding yang dibangun bahwa perpustakaan dapat dijadikan sarana memenuhi kebutuhan psikologis dan aktualisasi dalam diri pengguna. Perpustakaan dibuat sedemikian rupa untuk pertemuan, diskusi, tempat rapat, berkumpulnya komunitas, nongkrong serta sarana mendapatkan literasi. (Gupta, Foroudi, Väätänen, Gupta, & Tiu, 2018) mencatat bahwa posisi merek terletak pada penciptaan daya tarik yang sangat menarik. Perubahan brand pada perpustakaan harus segera diciptakan dengan semenarik mungkin untuk keberlangsungan perpustakaan di masa depan. Perpustakaan perlu mambangun merek yang berkesan di perpustakaan pada setiap orang yang mengingat perpustakaan.
Efek organisasi tanpa adanya brading kegagalan layanan adalah tema penelitian kunci dalam layanan pemasaran yang berdampak negatif terhadap hubungan antara konsumen dan penyedia layanan (Casidy dan Shin 2015). Salah satu bentuk kegagalan di dunia perpustakaan adalah ketika tidak adanya singkronisasi ingin mewujudkan branding pelayanan yang baik. Hal tersebut akan berdampak pada kepuasan konsumen yang berujung pada trauma yang dialami ketika kembali datang ke perpustakaan. Branding perpustakaan tanpa adanya singkronisasi terhadap branding pelayanan akan memberikan dampak yang kurang baik. Selain branding pada pelayanan yang disediakan perpustakaan sebagai merek, perpustakaan juga perlu melakukan branding terhadap pustakawan di perputakaan. “Blended pustakawan” adalah pustakawan akademik yang menggabungkan keahlian tradisional kepustakawanan dengan keterampilan hardware/software dan kemampuan instruksional atau pendidikan desainer untuk menerapkan teknologi tepat dalam proses belajar-mengajar strategi branding yang efektif dari merek bersaing, menyederhanakan dan menjelaskan proses pilihan konsumen (Berry, 2000). Kegiatan branding tidak telepas dari kegiatan yang dilakukan pustakawan. Peran perpustakaan diperlukan dalam menciptakan inovasi dan kreatifitas branding untuk perpustakaan. Branding otentik berhubungan dengan tanggung jawab pustakawan akademik untuk pengguna dan layanan perpustakaan (Ahmad et al., 2016) . Pustakawan memiliki andil besar dalam kesuksesan branding yang dilakukan perpustakaan.

Daftar Pustaka
Ahmad, R., Hashim, L., & Harun, N. (2016). Criteria for Effective Authentic Personal Branding for Academic Librarians in Universiti Sains Malaysia Libraries. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 224(August 2015), 452–458. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.05.420
Berry, L.L.,2000.Cultivatingservicebrandequity.J.Acad.Mark.Sci.28(1),128–137.
Casidy,R.,Shin,H.,2015.Theeffectofharmdirectionsandservicerecoverystra-tegiesoncustomer forgivenessandnegativeword-of-mouthintentions.J.Re- tail. Consum.Serv.27(6),103–112.
Gupta, S., Foroudi, M. M., Väätänen, J., Gupta, S., & Tiu, L. (2018). Nations as brands : Cinema â€TM s place in the branding role. Journal of Business Research, (March 2017), 1–13. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2018.02.017
Kotler, P., & Keller, K. L. (2007). Manajemen Pemasaran. Jilid I, Edisi 12. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.
Novak, TP (1996). Pemasaran di hypermedia komputer-dimediasi lingkungan: Yayasan Konseptual. Journal of Marketing, 60 ( 3), 50 - 68 .


Komentar

  1. Disain tata ruang, disain penulisan brand, disain petugas perpustakaan, dan gaya tampilan/kehumasan pustakawan sangat penting dalam membangun hubungan dengan pemustaka.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer